Kamis, 28 Maret 2019

Bismillahirrahmanirrahim...

Hari ke-1
Game Level 1 Kelas Bunda Sayang Batch #5
Institut Ibu Profesional 


Suatu hari ketika tiba waktu mengulang belajar mengaji di rumah, Kakak H saya ajak belajar mengaji bersama. “Tidak” jawabnya sambil terus memainkan mainannya. Terlihat asyik sekali mainnya. Tapi ini sudah jadwalnya belajar mengaji. Lalu saya paksa lah dengan iming-iming nanti habis mengaji kita ambil es krim ya di kulkas. Dia mau, tapi dengan muka cemberut. Mengaji juga tidak fokus, ogah-ogahan, salah-salah terus mengajinya. Jika anak anda seperti itu, bagaimana reaksi anda? Kalau saya tentu istighfar dulu. Terus mencoba bersabar dan mengajari lagi si kecil. Eh masih salah juga. Sebel lah saya.. Haha. Kalau saya sudah sebel, lebih baik tidak melanjutkan belajarnya, daripada berakhir marah-marah. Mungkin saya terlalu terbawa emosi sehingga apa yang saya sampaikan kepada hafiza tidak bisa diterima dengan baik. Komunikasinya tidak efektif.

Hari berikutnya, kajadian yang sama terulang lagi. Wah, ada yang tidak beres ini, pikir saya. “Kakak kenapa? Susah ya mengajinya?” Saya tanya, dengan intonasi nada lembut dan tidak menghakimi. Bagaimana reaksinya? Dia menangis. Sesenggukan. Seperti tertekan. Air matanya banjir. Baru kali ini kakak menangis seperti itu. Saya peluk. Saya diam saja, tapi tetap memeluknya. Setelah tangisnya reda, baru saya tanya mengapa dia menangis. “Aku ga bisa mengajinya, susah” jawabnya.

Kakak terlihat kesulitan belajar mengaji di sekolah. Yang biasanya semangat sekali sekolah dan belajar mengaji, lha ini kok baru buka buku saja, belum disuruh membaca, alisnya sudah mengkerut. Apalagi dengar laporan dari ibu guru sekolah, setiap senam pagi males-malesan dan tidak semangat. Mungkin takut, karena setelah senam selesai adalah pelajaran mengaji.

Tapi alhamdulillah sekarang sudah kembali semangat belajar mengaji di sekolah. Bahkan tidak kesulitan lagi. Malah senang sekali ketika tiba waktu mengaji.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara penanganannya?

Kalau saya sih pertama harus empati. Saya mencoba merasakan apa yang dirasakan kakak. Karena kita sudah tau apa yang dirasakan anak kita, kita bisa mengerti kenapa anak kita berbuat seperti itu dan dengan mudah kita bisa mengendalikan emosi kita. Dengan emosi yang stabil, kita dapat mencari solusinya dengan lebih tepat. Kalau saya solusinya adalah saya mencari kesulitan mengaji kakak di bagian yang mana (observasi). Saya mencari buku yang lebih ‘fun’ daripada buku dari sekolah. Saya juga mengganti cara belajar mengajinya dengan cara yang lebih menyenangkan. Saya juga menyemangati kakak, bahwa tidak ada yang tidak bisa, semua bisa, asalkan terus berlatih. Kita harus terus semangat berlatih hingga akhirnya terucap kata, Aku bisa.

"Dan akhirnya tugas orang tua adalah membersamai anak. Memberikan mereka pelukan dan support yang hangat. Biarlah mereka berkembang dengan kasih sayang yang cukup, agar menjadi pribadi yang utuh."


#hari1
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional

Kirim pesan kamu disini....

Dyarilonia . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates