Empati kepada anak
Hari ke-1
Game Level 1 Kelas Bunda Sayang Batch #5
Institut Ibu Profesional
Suatu
hari ketika tiba waktu mengulang belajar mengaji di rumah, Kakak H
saya ajak belajar mengaji bersama. “Tidak” jawabnya sambil terus
memainkan mainannya. Terlihat asyik sekali mainnya. Tapi ini sudah
jadwalnya belajar mengaji. Lalu saya paksa lah dengan iming-iming
nanti habis mengaji kita ambil es krim ya di kulkas. Dia mau, tapi
dengan muka cemberut. Mengaji juga tidak fokus, ogah-ogahan,
salah-salah terus mengajinya. Jika anak anda seperti itu, bagaimana
reaksi anda? Kalau saya tentu istighfar dulu. Terus mencoba bersabar
dan mengajari lagi si kecil. Eh masih salah juga. Sebel lah saya..
Haha. Kalau saya sudah sebel, lebih baik tidak melanjutkan
belajarnya, daripada berakhir marah-marah. Mungkin saya terlalu
terbawa emosi sehingga apa yang saya sampaikan kepada hafiza tidak
bisa diterima dengan baik. Komunikasinya tidak efektif.
Hari
berikutnya, kajadian yang sama terulang lagi. Wah, ada yang tidak
beres ini, pikir saya. “Kakak kenapa? Susah ya mengajinya?”
Saya tanya, dengan intonasi nada lembut dan tidak menghakimi.
Bagaimana reaksinya? Dia menangis. Sesenggukan. Seperti tertekan.
Air matanya banjir. Baru kali ini kakak menangis seperti itu. Saya
peluk. Saya diam saja, tapi tetap memeluknya. Setelah
tangisnya reda, baru saya tanya mengapa dia menangis. “Aku ga bisa
mengajinya, susah” jawabnya.
Kakak terlihat kesulitan belajar mengaji di sekolah. Yang biasanya semangat
sekali sekolah dan belajar mengaji, lha ini kok baru buka buku saja,
belum disuruh membaca, alisnya sudah mengkerut. Apalagi dengar
laporan dari ibu guru sekolah, setiap senam pagi males-malesan dan
tidak semangat. Mungkin takut, karena setelah senam selesai adalah
pelajaran mengaji.
Tapi
alhamdulillah sekarang sudah kembali semangat belajar mengaji
di sekolah. Bahkan tidak kesulitan lagi. Malah senang sekali ketika
tiba waktu mengaji.
Yang
menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara penanganannya?
Kalau
saya sih pertama harus empati. Saya mencoba merasakan apa yang
dirasakan kakak. Karena kita sudah tau apa yang dirasakan anak
kita, kita bisa mengerti kenapa anak kita berbuat seperti itu dan
dengan mudah kita bisa mengendalikan emosi kita.
Dengan emosi yang stabil, kita dapat mencari solusinya dengan lebih
tepat. Kalau saya solusinya adalah saya mencari kesulitan mengaji kakak di bagian yang mana (observasi).
Saya mencari buku yang lebih ‘fun’ daripada buku dari sekolah.
Saya juga mengganti cara belajar mengajinya dengan cara yang lebih
menyenangkan. Saya juga menyemangati kakak, bahwa tidak ada yang
tidak bisa, semua bisa,
asalkan terus berlatih. Kita harus
terus semangat berlatih hingga akhirnya terucap kata, Aku
bisa.
"Dan akhirnya tugas orang tua adalah membersamai anak. Memberikan mereka pelukan dan support yang hangat. Biarlah mereka berkembang dengan kasih sayang yang cukup, agar menjadi pribadi yang utuh."
#hari1
#gamelevel1
#tantangan10
hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional
Kirim pesan kamu disini....